PERATURAN MENTERI DESA,
PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,
DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2015
TENTANG
PEDOMAN KEWENANGAN BERDASARKAN
HAK ASAL USUL
DAN KEWENANGAN LOKAL BERSKALA
DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA
MENTERI DESA, PEMBANGUNAN
DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
|
:
|
bahwa untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 33 huruf a dan b dan Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Kewenangan
Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa;
|
|||
Mengingat
|
:
|
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
|
||
2.
|
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539);
|
||||
3.
|
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558);
|
||||
4.
|
Peraturan Presiden Nomor 12
Tahun 2015 tentang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 13);
|
||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN MENTERI DESA,
PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI TENTANG PEDOMAN KEWENANGAN
BERDASARKAN HAK ASAL USUL DAN KEWENANGAN LOKAL BERSKALA DESA.
|
|||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini
yang dimaksud dengan:
1.
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau
hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di
bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.
3.
Kewenangan berdasarkan hak asal usul adalah hak yang merupakan warisan yang
masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan
perkembangan kehidupan masyarakat.
4.
Kewenangan lokal berskala Desa adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan
efektif dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan
prakasa masyarakat Desa.
5.
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
6.
Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
7.
Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga
yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari
penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara
demokratis.
8.
Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara
Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang
diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang
bersifat strategis.
9.
Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala
Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
10. Pembangunan Desa adalah
upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa.
BAB II
KEWENANGAN BERDASARKAN HAK ASAL
USUL
Pasal 2
Ruang lingkup kewenangan
berdasarkan hak asal usul Desa meliputi:
a.
sistem organisasi perangkat Desa;
b.
sistem organisasi masyarakat adat;
c.
pembinaan kelembagaan masyarakat;
d.
pembinaan lembaga dan hukum adat;
e.
pengelolaan tanah kas Desa;
f.
pengelolaan tanah Desa atau tanah hak milik Desa yang menggunakan sebutan
setempat;
g. pengelolaan tanah bengkok;
h.
pengelolaan tanah pecatu;
i.
pengelolaan tanah titisara; dan
j. pengembangan peran masyarakat
Desa.
Pasal 3
Kewenangan berdasarkan hak
asal usul Desa adat meliputi:
a.
penataan sistem organisasi dan kelembagaan masyarakat adat;
b.
pranata hukum adat;
c.
pemilikan hak tradisional;
d.
pengelolaan tanah kas Desa adat;
e.
pengelolaan tanah ulayat;
f.
kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa adat;
g.
pengisian jabatan kepala Desa adat dan perangkat Desa adat; dan
h. masa jabatan kepala Desa
adat.
Pasal 4
Pemerintah, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota harus mengakui, menghormati dan
melindungi kewenangan berdasarkan hak asal usul sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2.
BAB III
KEWENANGAN LOKAL BERSKALA DESA
Pasal 5
Kriteria kewenangan lokal
berskala Desa meliputi:
a.
kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat;
b.
kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam
wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa;
c.
kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari
masyarakat Desa;
d.
kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa;
e.
program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh Desa; dan
f. kewenangan lokal berskala
Desa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pembagian
kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
Pasal
6
Pihak ketiga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf e meliputi:
a.
individu;
b.
organisasi kemasyarakatan;
c.
perguruan tinggi;
d.
lembaga swadaya masyarakat;
e.
lembaga donor; dan
f. perusahaan.
Pasal 7
Kewenangan lokal berskala Desa
meliputi:
a.
bidang pemerintahan Desa,
b.
pembangunan Desa;
c.
kemasyarakatan Desa; dan
d. pemberdayaan masyarakat
Desa.
Pasal 8
Kewenangan lokal berskala Desa
di bidang pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a antara
lain meliputi:
a.
penetapan dan penegasan batas Desa;
b.
pengembangan sistem administrasi dan informasi Desa;
c.
pengembangan tata ruang dan peta sosial Desa;
d.
pendataan dan pengklasifikasian tenaga kerja Desa;
e.
pendataan penduduk yang bekerja pada sektor pertanian dan sektor non pertanian;
f.
pendataan penduduk menurut jumlah penduduk usia kerja, angkatan kerja, pencari
kerja, dan tingkat partisipasi angkatan kerja;
g.
pendataan penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan
pekerjaan jenis pekerjaan dan status pekerjaan;
h.
pendataan penduduk yang bekerja di luar negeri;
i.
penetapan organisasi Pemerintah Desa;
j.
pembentukan Badan Permusyaratan Desa;
k.
penetapan perangkat Desa;
l.
penetapan BUM Desa;
m.
penetapan APB Desa;
n.
penetapan peraturan Desa;
o.
penetapan kerja sama antar-Desa;
p.
pemberian izin penggunaan gedung pertemuan atau balai Desa;
q.
pendataan potensi Desa;
r.
pemberian izin hak pengelolaan atas tanah Desa;
s.
penetapan Desa dalam keadaan darurat seperti kejadian bencana, konflik, rawan
pangan, wabah penyakit, gangguan keamanan, dan kejadian luar biasa lainnya
dalam skala Desa;
t.
pengelolaan arsip Desa; dan
u. penetapan pos keamanan dan
pos kesiapsiagaan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial masyarakat
Desa.
Pasal 9
Kewenangan lokal berskala Desa
di bidang pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi:
a.
pelayanan dasar Desa;
b.
sarana dan prasarana Desa;
c.
pengembangan ekonomi lokal Desa; dan
d. pemanfaatan sumberdaya alam
dan lingkungan Desa.
Pasal 10
Kewenangan lokal berskala Desa
di bidang pelayanan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a antara
lain meliputi:
a. pengembangan pos kesehatan
Desa dan Polindes;
b. pengembangan tenaga
kesehatan Desa;
c.
pengelolaan dan pembinaan Posyandu melalui:
1)
layanan gizi untuk balita;
2)
pemeriksaan ibu hamil;
3)
pemberian makanan tambahan;
4)
penyuluhan kesehatan;
5)
gerakan hidup bersih dan sehat;
6)
penimbangan bayi; dan
7)
gerakan sehat untuk lanjut usia.
d.
pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan tradisional;
e.
pemantauan dan pencegahan penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif di Desa;
f.
pembinaan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini;
g.
pengadaan dan pengelolaan sanggar belajar, sanggar seni budaya, dan
perpustakaan Desa; dan
h. fasilitasi dan motivasi
terhadap kelompok-kelompok belajar di Desa.
Pasal 11
Kewenangan lokal berskala Desa
di bidang sarana dan prasarana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b
antara lain meliputi:
a.
pembangunan dan pemeliharaan kantor dan balai Desa;
b.
pembangunan dan pemeliharaan jalan Desa;
c.
pembangunan dan pemeliharaan jalan usaha tani;
d.
pembangunan dan pemeliharaan embung Desa;
e.
pembangunan energi baru dan terbarukan;
f.
pembangunan dan pemeliharaan rumah ibadah;
g.
pengelolaan pemakaman Desa dan petilasan;
h.
pembangunan dan pemeliharaan sanitasi lingkungan;
i.
pembangunan dan pengelolaan air bersih berskala Desa;
j.
pembangunan dan pemeliharaan irigasi tersier;
k.
pembangunan dan pemeliharaan lapangan Desa;
l.
pembangunan dan pemeliharaan taman Desa;
m.
pembangunan dan pemeliharaan serta pengelolaan saluran untuk budidaya
perikanan; dan
n. pengembangan sarana dan
prasarana produksi di Desa.
Pasal
12
Kewenangan lokal berskala Desa
bidang pengembangan ekonomi lokal Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf
c antara lain meliputi:
a.
pembangunan dan pengelolaan pasar Desa dan kios Desa;
b.
pembangunan dan pengelolaan tempat pelelangan ikan milik Desa;
c.
pengembangan usaha mikro berbasis Desa;
d.
pendayagunaan keuangan mikro berbasis Desa;
e.
pembangunan dan pengelolaan keramba jaring apung dan bagan ikan;
f.
pembangunan dan pengelolaan lumbung pangan dan penetapan cadangan pangan Desa;
g.
penetapan komoditas unggulan pertanian dan perikanan Desa;
h.
pengaturan pelaksanaan penanggulangan hama dan penyakit pertanian dan perikanan
secara terpadu;
i.
penetapan jenis pupuk dan pakan organik untuk pertanian dan perikanan;
j.
pengembangan benih lokal;
k.
pengembangan ternak secara kolektif;
l.
pembangunan dan pengelolaan energi mandiri;
m.
pendirian dan pengelolaan BUM Desa;
n.
pembangunan dan pengelolaan tambatan perahu;
o.
pengelolaan padang gembala;
p.
pengembangan wisata Desa di luar rencana induk pengembangan pariwisata
kabupaten/kota;
q.
pengelolaan balai benih ikan;
r.
pengembangan teknologi tepat guna pengolahan hasil pertanian dan perikanan; dan
s. pengembangan sistem usaha
produksi pertanian yang bertumpu pada sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal.
Pasal 13
Kewenangan lokal berskala Desa
di bidang kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c
meliputi:
a.
membina keamanan, ketertiban dan ketenteraman wilayah dan masyarakat Desa;
b.
membina kerukunan warga masyarakat Desa;
c.
memelihara perdamaian, menangani konflik dan melakukan mediasi di Desa; dan
d. melestarikan dan
mengembangkan gotong royong masyarakat Desa.
Pasal 14
Kewenangan lokal berskala Desa
bidang pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d
antara lain:
a.
pengembangan seni budaya lokal;
b.
pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi lembaga kemasyarakatan dan
lembaga adat;
c.
fasilitasi kelompok-kelompok masyarakat melalui:
1)
kelompok tani;
2)
kelompok nelayan;
3)
kelompok seni budaya; dan
4)
kelompok masyarakat lain di Desa.
d.
pemberian santunan sosial kepada keluarga fakir miskin;
e.
fasilitasi terhadap kelompok-kelompok rentan, kelompok masyarakat miskin,
perempuan, masyarakat adat, dan difabel;
f.
pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi paralegal untuk memberikan
bantuan hukum kepada warga masyarakat Desa;
g. analisis kemiskinan secara
partisipatif di Desa;
h.
penyelenggaraan promosi kesehatan dan gerakan hidup bersih dan sehat;
i.
pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi kader pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat;
j.
peningkatan kapasitas melalui pelatihan usaha ekonomi Desa;
k.
pendayagunaan teknologi tepat guna; dan
l.
peningkatan kapasitas masyarakat melalui:
1)
kader pemberdayaan masyarakat Desa;
2)
kelompok usaha ekonomi produktif;
3)
kelompok perempuan;
4)
kelompok tani;
5)
kelompok masyarakat miskin;
6)
kelompok nelayan;
7)
kelompok pengrajin;
8)
kelompok pemerhati dan perlindungan anak;
9)
kelompok pemuda; dan
10) kelompok lain sesuai
kondisi Desa.
BAB IV
TAHAP DAN TATACARA
Pasal 15
Bupati/Walikota melakukan
pengkajian untuk identifikasi dan inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal
usul dan kewenangan lokal berskala Desa dengan cara:
a.
inventarisasi daftar kegiatan berskala lokal Desa yang ditangani oleh satuan
kerja perangkat daerah atau program-program satuan kerja perangkat daerah
berbasis Desa;
b.
identifikasi dan inventarisasi kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang sudah
dijalankan oleh Desa; dan
c. membentuk Tim Pengkajian
dan Inventarisasi terhadap jenis kewenangan berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa.
Pasal 16
Dalam hal identifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Desa melakukan identifikasi terhadap
kegiatan yang sudah ditangani dan kegiatan yang mampu ditangani tetapi belum
dilaksanakan.
Pasal 17
Tugas Tim Pengkajian dan
Inventrarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c meliputi:
a.
membuat rancangan daftar kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan
lokal berskala Desa berdasarkan hasil kajian;
b.
melakukan pembahasan rancangan daftar kewenangan berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa;
c.
pembahasan rancangan sebagaimana dimaksud pada huruf b harus melibatkan
partisipasi Desa, unsur pakar dan pemangku kepentingan yang terkait; dan
d. menghasilkan rancangan
daftar kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa.
Pasal
18
(1)
Hasil rancangan daftar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d
ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.
(2)
Bupati/Walikota harus melakukan sosialisasi Peraturan Bupati/Walikota
sebagaimana pada ayat (1) kepada Desa.
(3) Bupati/Walikota melakukan
fasilitasi penetapan daftar kewenangan di tingkat Desa.
Pasal 19
Kepala Desa bersama-sama BPD
harus melibatkan masyarakat Desa melakukan musyawarah untuk memilih kewenangan
berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa dari daftar yang
telah ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi Desa.
Pasal 20
Kepala Desa bersama-sama BPD
dapat menambah jenis kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal
berskala Desa lainnya sesuai dengan prakarsa masyarakat, kebutuhan dan kondisi
lokal Desa.
Pasal 21
Kepala Desa menetapkan
Peraturan Desa tentang kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan
lokal berskala Desa.
BAB V
PUNGUTAN DESA
Pasal 22
(1)
Desa dilarang melakukan pungutan atas jasa layanan administrasi yang diberikan
kepada masyarakat Desa.
(2)
Jasa layanan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
surat pengantar;
b.
surat rekomendasi; dan
c. surat keterangan.
Pasal 23
(1)
Desa berwenang melakukan pungutan atas jasa usaha seperti pemandian umum,
wisata desa, pasar Desa, tambatan perahu, karamba ikan, pelelangan ikan, dan
lain-lain.
(2) Desa dapat mengembangkan
dan memperoleh bagi hasil dari usaha bersama antara pemerintah Desa dengan
masyarakat Desa.
BAB
VI
PENETAPAN KEWENANGAN DESA
Pasal 24
(1)
Kewenangan berdasarkan
hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa ditetapkan dengan Peraturan
Desa.
(2) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menjadi dasar bagi kebijakan, program, dan administrasi Desa
dalam bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
BAB VII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 25
Peraturan
Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di
Jakarta
pada tanggal
28 Januari 2015
MENTERI DESA,
PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
MARWAN JAFAR
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal
30 Januari 2015
MENTERI HUKUM
DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 158